“ Ayah dengarkanlah aku ingin berjumpa walau
air mata dipipiku, ayah dengarkanlah aku ingin berjumpa walau hanya dalam
mimpi.”
“Oke listeners sejati
sebuah lagu lama dari Panbers baru saja kita putar, lagu khusus yang di request
Sarah di Malang untuk ayah tercintanya, buat Sarah semoga cepat ketemu sama
ayah tercinta ya J.”
Hari ini, aku mengunci
diri di dalam kamar.Alunan lagu yang baru saja terdengar dari radio memang
sengaja kuminta untuk diputar, aku ingin ayah mendengarkan lagu itu, aku ingin
ayah tahu bahwa aku merindukannya, aku ingin ayah pulang, aku ingin ayah yang
seperti dulu, aku ingin ayah yang selalu ada saat aku sedih. Hari ini, tepat 3
tahun ayah meninggalkan kami,aku, ibu dan adikku Lintang. Lagu ini membuatku
teringat akan peristiwa 3 tahun yang lalu ketika tiba tiba segerombolan polisi
datang ke rumah kami dan menangkap ayah. Aku, ibu, dan Lintang adikku sama
sekali tak mengerti apa salah ayah,setahuku ayah adalah ayah yang baik, apa
salah ayah? Apa yang telah ayah lakukan? Ya, ayahku kini adalah seorang
narapidana, ayah dituduh melakukan pencurian di perusahaannya. Ribuan kalimat
pembelaan yang terlontar tetap tak dapat melepaskan ayah dari hukumannya. Aku
percaya ayahku bukan seorang pembohong, aku percaya ayahku bukan seorang
pencuri. Tapi toh semua kepercayaanku juga tak dapat membebaskan ayah dari
hukumannya.Aku masih ingat waktu itu, wajah manis ayah menatapku, ayah mengakui
bahwa ia memang telah melakukan pencurian itu. Wajahku berubah pucat, aku
tertunduk lemas, seketika semua keperayaanku hilang, kupandangi ibu, wajahnya
yang cantik berubah menjadi sedih, aku tak mau melihat ibu menangis, aku tak
mau melihat ibu murung. Lintang adikku hanya diam, ia sama sekali tak menangis,
ia sama sekali tak menunjukkan kesedihan, ia hanya diam memandang dalam mata
ayah.Aku masih ingat ketika itu aku berusia 11 tahun, dan Lintang adikku ,berusia
9 tahun, dan hari itu adalah hari ulang tahun Lintang, itulah mengapa sampai
saat ini Lintang tak pernah menyukai ulang tahunnya, Lintang sangat membenci
ulang tahunnya. Aku, ibu, ayah dan Lintang tinggal dalam keluarga yang
sederhana, kami selalu merasa cukup tak pernah merasa kekurangan, ibu membuka
warung kecil di depan rumah dan ayah adalah seorang karyawan swasta.Meskipun
hidup dalam keluarga yang sederhana, kami selalu merasa bahagia.
Aku mengambil hp di
saku bajuku, kuputar sebuah lagu…………….
“
Timang timang anakku sayang jangan menangis, bapak disini…..”
Aku menangis terisak,
ayah sering menyanyikan lagu itu ketika aku masih kecil. Aku sekarang menangis,
tapi dimana ayah? Ayah tak ada disini? Ayah tak ada disampingku? Kata ayah, ia
ak selalu ada disampingku, tapi mana? Dimana ayah? Aku tambah terisak. Aku
menyesal, aku merasa menjadi orang yang paling jahat. Kalau saja waktu itu, aku
tidak memberikan tagihan uang sekolah itu pada ayah mungkin sekarang ayah
sedang bersamaku disini. Ya, ayah mencuri uang dari perusahannya untuk membayar
uang sekolahku, jumlahnya tidak sedikit dan harus dibayar dalam minggu itu,
ayah tak mau jika harus berhutang….
Seharusnya aku yang
harus dihukum, bukan ayah. Aku sungguh jahat, aku seharusya tak memberikan
tagihan itu, aku seharusnya tetap menyimpannya di dalam tasku
Hujan turun, aku masih
mengunci diri di dalam kamar sambil memandangi hujan dari kaca jendela kamarku.
Kutuliskan sebuah nama pada kaca jendela, nama yang selalu memberiku semangat,
nama yang selalu menghiburku saat dimarahi ibu. Aku masih menangis, aku memutar
lagu kencang – kencang, aku tak mau orang lain mengusik kesedihanku. Tiba –
tiba pintu kamarku terbuka
“ Mbak Sar, apa kau
baik baik saja? “, ucap Lintang dengan suaranya yang lirih
“ Mbak gak apa apa dek,
mbak baik baik saja.”
“ Tapi tapi mata mbak
sembab, mbak habis nangis ya? Hayo kenapa? Diputusin pacarnya ya? Andakke ibuk
andakke ibuk.”
“Lintang, mbak gak apa
apa, udah sana keluar!”
“ Yah, padahal Lintang
mau cerita sesuatu sama mbak, Lintang malu mbak, Lintang malu banget!”
“Kenapa malu, kan pakai
baju? “ selera humorku masih saja muncul disaat serius
” Ini serius mbak, tadi
Lintang ditanya sama guru pekerjaan ayah Lintang apa? Kok di identitas
kesiswaan masih kosong? Lintang bingung mbak mau jawab apa, Lintang malu temen
temen tahu kalau ayahnya Lintang itu narapidana!”
“ Tapi itu kan kenyataannya
Lintang? Mau apa lagi, ayah memang seorang narapidana, NARAPIDANA!”
” Lintang gak mau punya
ayah seorang narapidana, dia bukan ayah Lintang, ayah Lintang udah mati!”
“Lintang……………….. kamu
itu, tata kramamu dijaga, itu memang kenyataan yang gak bisa dipungkiri, toh
semua orang juga udah tahu!”bentakku pada Lintang
“ Gak, Lintang gak
punya ayah seorang pencuri, Lintang gak mau punya ayah seorang pembohonng. Ayah
Lintang udah mati, MATI!”
“Lintang….!”
Aku membentak Lintang,
iya benar benar sudah keterlaluan. Lintang terisak,tangisnya lirih namun sanggup
membuat ibu merasakannya.
“ Ada apa nduk, malam
malam kok teriak teriak?” Tanya ibu kepadaku
Belum sempat aku
menjawab. Ibu menolah kearah Lintang dan menyaksikannya menangis
“ Ada apa nduk?” ucap
ibu lirih
Lintang malah tambah
terisak. Tangisnya memecah keheningan malam itu
“ Lintang malu buk,
Lintang malu punya bapak seperti ayah, Lintang gak mau Lintang gak mau, dia
bukan ayah Lintang, ayah Lintang udah MATI!”
“ Lintang, jaga bicaramu
di depan ibu, kamu gak pantes bilang kayak gitu”aku tambah naik darah dengan
sikap Lintang malam ini. Lintang tak seharusnya mengatakan itu, ia seharusnya
tau bagaimana persaan ibu. Aku tak ingin membuat ibu menangis lagi. Aku tak
ingin wajah cantiknya dihiasi dengan air mata, aku ingin wajah cantiknya,
dihiasi dengan uluman senyumnya yang khas, senyum magisnya yang membuat setiap
kesedihanku lenyap hanya denga melihat senyumnya.Kuperhatikan raut wajah ibu,
tak ada kesedihan dalam wajahnya. Aku merasa sedikit lega. Ibu tersenyum dan
menjawab pertanyaan Lintang
“ Sudah Sarah tak apa,
Lintang dengarkan ibu, ibu tau kamu malu ibu pun juga seperti itu, mbakmu juga
pasti malu. Tapi Lintang, kamu tau? Narapidana itu adalah ayahmu, ayahmu
Lintang, dia memnag seorang pencuri tapi
dia bukan pembohong. Suatu saat kau akan tahu Lintang dia adalah ayah terbaik ,
kau akan bangga punya ayah sepertinya, kamu tahu Lintang? Nun jauh disana, di
Jakarta ayah selalu berdoa untukmu, ia selalu mengirimimu surat kan? Tapi kau
tak pernah membacanya, kamu tahu Lintang? Di dalam salah satu suratnya ayah
bilang kalian berdua adalah semangatnya”
Ibu menyodorkan sepucuk
surat padaku dan pada Lintang,beliau menunjukkan sebuah kalimat agar aku dan
Lintang membacanya
“Kalian
tau? Setiap malam ayah selalu memandangi bintang, ayah selalu membayangkan
bahwa sinar bintang itu adalah kalian, ayah selalu membayankan bahwa kerlip
bintang itu adalah kalian . Ayah selalu ingat Sarah dan Lintang,kalian adalah
semangat ayah, kalian adalah sinar dan kerlip bintang itu. Ayah tau ayah memang
jauh dari kalian, tapi kamu tau? Lagu yang kaunyanyikan, bintang yang kauilhat
itu adalah ayah? jadilah sinar bintang untuk ayah. Ayah juga akan selalu menjadi
bintang untuk kalian. jaga ibu baik baik ya, janagn biarkan ibu bersedih,
jangan biarkan senyum magisnya hilang oleh kesedihan.”
Aku tak mampu berkata
apa apa. Sekarang aku yakin, meskipun jauh ayah selalu ada untukku, aku yakin
meskipun jauh dari kami ayah pasti mengucap ketulusan doa untuk kami
keluarganya. Aku dan Lintang memeluk erat ibu. Hujan malam ini, benar- benar menjadi saksi bisu. Kehangatan pelukan
ibu, seolah – olah membuatku merasakan ayah ada disini bersama kami. Ibu
mengulum senyum, yah ayah benar senyum ibu memang magis, senyumnya lembut penuh
ketulusan
25 Desember 2011
“ We wish you merry
Christmas we wish you merry Christmas and happy newyear….”
Hari ini adalah natal
ke – 3 kami tanpa ayah, tapi natal kali ini sungguh bermakna, kami yakin ayah
selalu ada disini dihati kami J
“ Merry Christmas ayah,
semoga ayah selalu diberi yang terbaik oeh Tuhan “ aku menelepon ayah
“ Merry Christmas too
Sarah,Lintang, dan istriku “ ucap ayah dengan senyum lembutnya
Ibu menggandengku dan
Lintang untuk berdoa pada Sang Bunda. Aku duduk bersila dan membuat tanda
Salib, kupejamkan mataku dan aku berdoa. Aku tahu doa dapat mengubah segala
sesuatu. Aku yakin, natal tahun besok ayah akan ada disamping kami, duduk
bersila, dan berdoa bersama kami.
Maria
Cintia Sasami